Nabi Solallohu ‘alaihi wassalam bersabda,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ . (متفق عليه)

Artinya :
Dari Abu Hurairah ra.; Rasulullah ﷺ bersabda: “Haji yang mabrûr tidak lain balasan (pahala)-nya adalah surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pelajaran yang terdapat pada hadits di atas :

  1. Setiap orang yang pergi berhaji mencita-citakan haji yang mabrûr. Haji mabrûr bukanlah sekedar haji yang sah. Mabrûr artinya diterima oleh Allah Azza wa Jalla, dan sah, artinya menggugurkan kewajiban. Bisa jadi haji seseorang sah sehingga kewajiban berhaji baginya telah gugur, namun belum tentu hajinya diterima oleh Allah Azza wa Jalla.
  2. Yang menilai mabrûr tidaknya haji seseorang adalah Allah Azza wa Jalla semata. Kita tidak bisa memastikan bahwa haji seseorang adalah haji yang mabrûr atau tidak.
  3. Di antara tanda-tanda haji mabrûr yang telah disebutkan para Ulama’ adalah:
    a. Harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal, karena Allah Azza wa Jalla tidak menerima kecuali yang halal, sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi ﷺ :
    إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
    “Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik.” (Musnad Imam Ahmad, Tahqîq Syu’aib al-Arnauth, Muassasah Qurthûbah).
    b. Amalan-amalannya dilakukan dengan baik, sesuai dengan tuntunan Nabi ﷺ . Paling tidak, rukun-rukun dan kewajibannya dijalankan, dan semua larangan ditinggalkan. Jika terjadi kesalahan, maka hendaknya segera melakukan penebusan yang telah ditentukan.
    c. Hajinya dipenuhi dengan banyak amalan baik, seperti dzikir, shalat di Masjidil Haram, shalat pada waktunya, dan membantu teman seperjalanan.
    d. Tidak berbuat maksiat selama ihram.
    Maksiat dilarang dalam agama kita dalam semua kondisi. Dalam kondisi ihram, larangan tersebut menjadi lebih tegas, dan jika dilanggar, maka haji mabrûr yang diimpikan akan lepas.
    e. Di samping itu, haji yang mabrûr juga memperhatikan niat dan keikhlasan hati, yakni harus benar-benar murni karena Allah, murni memenuhi panggilan Allah, dan murni mengharapkan keridhoan Allah SWT. Bukan karena ingin dipuji oleh sesamanya (baik karena riya’/pamer, maupun karena sum’ah/untuk diceritakan kepada orang lain); juga bukan karena untuk ambil keuntungan duniawi (tijarah) dan juga bukan karena untuk tamasya/rekreasi ( ziarah ).
    f. Sepulang dari haji dengan keadaan lebih baik amal perbuatannya; yakni menjadi insan kamil (manusia yang sempurna) yang tidak hanya berpredikat sholih (berkepribadian baik secara personal) tetapi juga menjadi seorang mushlih (menjadikan orang lain menjadi baik).
  4. Haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.

Tema hadits yang berkaitan dengan ayat Al-Qur’an :

  1. Di antara yang dilarang selama haji adalah rofats, fusûq dan jidâl. Allah Azza wa Jalla berfirman;

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۞

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui. Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (berkata jorok), fusûq (berbuat maksiat) dan berbantah-bantahan (bertengkar) selama mengerjakan haji.” (QS. Al-Baqarah: 197).

  1. Haji yang tidak dicampuri dengan syirik balasannya surga;
Sebarkan cinta