اَلۡحَجُّ اَشۡهُرٌ مَّعۡلُوۡمٰتٌ ۚ فَمَنۡ فَرَضَ فِيۡهِنَّ الۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوۡقَۙ وَلَا جِدَالَ فِى الۡحَجِّ ؕ وَمَا تَفۡعَلُوۡا مِنۡ خَيۡرٍ يَّعۡلَمۡهُ اللّٰهُ ؕ
“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barang siapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafaṡ),2 berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. ” (QS Al Baqarah ayat 197)
Dalam ayat diatas disebutkan perkataan “rafats”, maksudnya adalah perkataan jorok, atau boleh jadi perkataan ini dua jenis yang berlainan: pertama adalah perkataan-perkataan jorok yang biasanya dilarang dan sangat dilarang ketika sedang melaksanakan haji; kedua, perkataan yang dibolehkan ketika dalam keadaan biasa, tetapi dilarang ketika sedang haji (ihram). misalnya seseorang bercanda mesra dengan isterinya.
Perkataan yang kedua adalah “fusuq”, yang maksudnya sesuatu yang keji. Mengenai hal inipun ada dua jenis; pertama, yang selalu dilarang; kedua, yang biasanya dibenarkan, tetapi dilarang ketika sedang melakukan haji, misalnya penggunaan wangi-wangian.
Perkataan yang ketiga yaitu “jidal”, yakni perkataan dusta, perbantahan, dan perkelahian yang dianggap dosa besar ketika sedang berhaji. Dalam ayat diatas perkataan “jidal” disebutkan secara khusus walaupun sebenarnya ia merupakan bagian dari fusuq. Bagaimana pun Allah subhanahu wa ta’ala hendak memperingkatkan kita supaya berhati-hati terhadap perbuatan maksiat itu, karena di dalam perjalanan haji perbuatan tersebut seringkali terjadi di antara para jamaah haji, sehingga untuk menghindarinya, Allah subhanallahu ta’ala menyatakannya secara jelas.
Sumber : Fadilah Haji Karangan Maulana Muhammad Zakariya Al Kandhlawi